LIPUTAN PARI

Laporan Ekspedisi PARI Gunung Ceremai 3078 M

Tgl 17 Agustus 2002

 

 

 

            Seperti biasanya setiap Hari Kemerdekaan RI, PARI mengirimkan anggotanya untuk memantau sekaligus meliput berita-berita seputar apa-apa saja yang terjadi di alam Indonesia.

 

            Kali ini PARI mengirimkan dua orang anggotanya yakni Irvan dan Andi, sedianya mereka akan pergi ke Gunung Semeru di Jawa Timur sana, tapi sehubungan ada kabar kalau Forum Komunikasi Pecinta Alam se-Bekasi (FKPAB) mengadakan acara gabungan di Gunung Ceremai dan meminta kami untuk meliput di sana maka tujuan awal kepergian pun terpaksa dirubah.

 

            Kami berangkat tanggal 16 Agustus jam 14.00 WIB menggunakan kereta Cirebon Ekspress dari Stasiun Jatinegara, satu tiket untuk kelas bisnis dihargai Rp. 25.000,00 sedangkan kelas eksekutif Rp. 45.000,00 lama perjalanan hanya 3 jam, dengan satu kali pemberhentian di Stasiun Jatibarang.

 

            Dari Stasiun Cirebon kami naik angkutan kota D6 jurusan terminal Cirebon biaya per orang hanya Rp. 1.000,00, dari situ ada dua alternatif transportasi menuju Ceremai, satu bisa naik mobil L-300 (elf) dengan biaya sekitar Rp. 2.000,00 (siang), atau Rp. 3.000,00 (malam) atau bisa juga naik bis besar yang menuju arah Kuningan dengan biaya sekitar Rp. 1.500,00 s/d Rp. 2.500,00 tarif bervariasi karena kadang-kadang dapat terjadi negosiasi.]

 

            Setelah turun di pertigaan Linggarjati, kami cukup kaget melihat begitu banyaknya para pendaki yang baru turun gunung dan hendak pulang ke daerahnya masing-masing. Sekitar 1000-an pendaki terpantau mata, oya dari pertigaan Linggarjati sampai dengan pos pendaftaran, kami masih harus naik mobil angkot lagi jaraknya sekitar 3-4 km biayanya Rp. 1.000,00/orang.

 

            Di pos pendaftaran sendiri suasananya cukup ramai, malah boleh dibilang seperti pasar, pendaftaran/orang Rp. 3.500,00 sudah termasuk asuransi, kalau boleh kami sarankan apabila hendak membeli sesuatu seperti aqua, batu batere, makanan atau minuman ringan sebaiknya membeli di tempat ini, karena walaupun diatas masih cukup banyak warung harganya sudah sangat mahal.

 

            Setelah mendaftar kami langsung melanjutkan perjalanan, untuk sekedar diketahui perjalanan dari pos pendaftaran sampai dengan pos di Cibunar (juga sampai pos pinus) perjalanan sangat berdebu, batu berlapis debu tanah setebal kurang-lebih 1-2 CM meliputi seluruh jalur setapak, untuk anda yang alergi berat dengan debu mungkin sebaiknya membawa masker tipis untuk melindungi muka dan hidung, walau tentu saja hal itu akan membuat perjalanan anda semakin berat.

 

            Sesampainya di Cibunar, kami masih harus memeriksakan diri di pos ini (daftar ulang) mungkin untuk mengantisipasi para pendaki yang tidak memiliki tiket masuk, petugas di pos kedua ini sangatlah ramah dan mempunyai wawasan yang cukup luas kami menanyakan banyak hal di tempat ini dan mendapatkan banyak sekali jawaban yang memuaskan, tidak berlebihan rasanya bila kami mengangkat topi untuk sikap keprofesionalan mereka.

 

            Di Cibunar kami mengisi persediaan air untuk keperluan kami diatas, disini air masih dapat diperoleh gratis sebanyak yang anda mau, sebagai acuan kami membawa 10 liter air untuk berdua untuk pendakian selama 2 hari, dan terus terang air itu pas-pasan.

 

            Gunung Ceremai terkenal dengan nama pos-posnya yang cukup unik seperti sigerebeg, kondang amis, kuburan kuda, tanjakan bapa tere dll, yang juga cukup unik jarak antara satu pos dengan yang lainnya tidaklah terlalu jauh seperti gunung-gunung lainnya, mungkin itu juga sebabnya mengapa pos-pos di gunung ini cukup banyak.

 

            Di pos 3 Pangalas kami bertemu dengan organisasi FKPAB yang sedang mengadakan operasi pembersihan dan penertiban, kami istirahat cukup lama di tempat ini untuk melihat sekaligus meliput berita tentang operasi ini, terus terang kami cukup terperangah melihat hasil yang didapat  oleh organisasi ini, kurang lebih sebanyak 12 karung Edelweis yang disita dari para pendaki yang turun, terpantau mata kami. Sangsi yang diberikan kepada mereka yang tertangkap hanya sangsi fisik ringan saja, begitupun diharapkan (semoga) mereka malu dan tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi.

 

            FKPAB menurunkan sekitar 100 orang anggotanya untuk operasi ini, untuk operasi razia Edelweis hanya sekitar 20 orang saja, sedangkan sisanya lebih difokuskan pada operasi kebersihan. PARI mengangkat jempol untuk aksi mereka, karena untuk operasi kebersihan ini saja tiap anggota diharuskan membawa satu kantung plastik besar ukuran 100 liter sampah yang harus dibawa turun. Berita seputar kegiatan mereka dapat dibaca pada buletin PARI edisi September.

 

            Setelah sempat silaturahmi dan makan siang bersama kami melanjutkan pendakian, lepas dari pos Pangalas, pendakian mulai dirasakan cukup berat, terlebih lagi sesampainya di Tanjakan Seruni kami harus betul-betul ekstra kerja keras, rutenya yang terjal dan gembur juga betul-betul membuat para pendaki harus ekstra hati-hati.

 

            Sampai Tanjakan Bapa Tere hari sudah mulai gelap, memaksa kami berdua untuk mendirikan tenda, untungnya kami bertemu sesama pendaki yang hendak menanjak yang juga hendak mendirikan tenda, malah boleh dibilang kami semenjak itu kami selalu bersama mereka sampai tiba kembali di Jakarta, mereka Roni, Ivan, Cadut dan Fuad ternyata sudah dua kali pergi ke Gunung ini, dengan begitu beruntunglah kami karena menemukan Guide gratis.

 

            Kami ber-enam melanjutkan perjalanan pagi-pagi sekali, dengan bertambahnya teman, perjalanan terasa semakin ringan dan menyenangkan bahkan kami bisa sampai di puncak lebih cepat dari waktu yang kami perkirakan.

 

            Sayangnya pemandangan di puncak Ceremai tidak seperti yang kami bayangkan, kabut menutupi seluruh pandangan kami, sehingga kami tidak dapat melihat apa-apa kecuali ke dalam kawah, jarak pandang menebar hanya sejauh maksimal 100 meter, sehingga impian kami untuk melihat laut dan Gunung Slamet dari kejauhan sirna adanya.

 

            Puncak Ceremai sendiri kondisinya cukup memprihatinkan karena sampah-sampah para pendaki yang tidak dibawa turun kembali, di puncak Ceremai sendiri kami mendapati dua buah nisan pendaki yang meninggal di tempat ini, kondisinya cukup terawat baik karena semua pendaki menghormati kedua tempat ini.

 

            Kami tidak mendirikan tenda di puncak ini karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan, selepas Zuhur kami memutuskan untuk turun melalui jalur Palutungan.

 

            Untuk turun melewati jalur Palutungan, kami harus mengitari kawah terlebih dahulu, untuk melewati jalur ini tampaknya kita harus benar benar membuka mata agar tidak keliru mengambil jalur, pada dasarnya setiap jalur mempunyai papan penunjuk arah yang cukup jelas, Bagaimanapun penduduk setempat selalu me wanti-wanti agar tidak takabur dalam memilih jalan.

 

            Jalur Palutungan tampaknya tidak sesulit jalur Linggarjati, mengingat cukup banyaknya bonus (jalan datar) di tempat ini. Malah setelah 4 jam menuruni gunung ini kami menemukan aliran air yang cukup bersih untuk air minum, karena persediaan air menipis kami memutuskan untuk menginap satu malam lagi di tempat ini.

 

            Setelah melewati pohon-pohon pinus dan perkebunan penduduk kami sampai juga di pos terakhir di Palutungan. Disini kami menumpang mandi di sebuah masjid setempat setelah mendapat izin dari penduduk sekitar, terus terang kami terkesan dengan keramahan penduduk di desa ini mereka sangat familiar kepada semua pendaki, mereka juga memberi petunjuk-petunjuk dan arahan-arahan yang jelas kepada pendaki baik yang hendak naik maupun yang turun.

 

            Untuk perjalanan pulang dari Palutungan kami menumpang mobil bak terbuka sampai dengan pertigaan Cigugur biaya per orang Rp. 3.000,00 dari pertigaan Cigugur perjalanan dilanjutkan dengan naik mobil L-300 (elf) jurusan terminal Cirebon dengan biaya Rp. 3.000,- kemudian disambung lagi dengan angkot D6 jurusan Stasiun Cirebon dengan biaya Rp. 1.000,- dari setasiun Cirebon kami kembali naik kereta Cirebon Ekspress seharga Rp. 25.000,00 .

 

            Kami sampai di Stasiun Jatinegara pukul 17 00 wib, setelah melakukan foto foto perpisahan Roni, Ivan, Cadut dan Fuad bersalaman dengan kami karena akan melanjutkan perjalanan pulang dengan kendaraan yang berbeda dengan kami, bagaimanapun pengalaman dua hari bersama mereka tidak akan terlupakan .. well thanks guys !!!!.